5 August 2022 PEPPD

Menjaring Masukan Perencanaan Pembangunan dari Implementasi Mal Pelayanan Publik dan Reaksi Cepat Ombudsman (RCO) di Provinsi Maluku Utara

Share on Facebook Share on Twitter

Menjaring Masukan Perencanaan Pembangunan dari Implementasi Mal Pelayanan Publik dan Reaksi Cepat Ombudsman (RCO) di Provinsi Maluku Utara

Kota Ternate – Kementerian PPN/Bappenas melalui Direktorat Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Daerah (PEPPD) menyelenggarakan uji petik kolaborasi dengan Ombudsman RI terkait implementasi lapangan Mal Pelayanan Publik dan Praktik Reaksi Cepat Ombudsman (RCO) dengan penerima manfaat di Provinsi Maluku Utara pada hari Kamis (4/8/2022).

Tim Bappenas, Ombudsman dan DPMPTSP Kota Ternate (dok.Dit.PEPPD)

Kegiatan uji petik diawali dengan mengunjungi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Ternate yang berlokasi di Gedung ex Kantor Walikota. Dalam diskusi dengan Tim Kementerian PPN/Bappenas dan Ombudsman RI (selanjutnya disebut Tim Pusat), Kepala Dinas PMPTSP Kota Ternate menyampaikan pandangannya kepada Tim Pusat terkait sinergi dengan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara dalam hal pengawasan pelayanan publik. “Koordinasi antara Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara dengan DPMPTSP Kota Ternate dilakukan secara kontinu setiap tahun”, ungkapnya. Dengan adanya penilaian kepatuhan pelayanan publik oleh Ombudsman RI, DPMPTSP Kota Ternate dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, baik dari pemenuhan standar pelayanan, sarana prasarana, kompetensi penyelenggara layanan dan pengelolaan pengaduan.

Di sisi lain, pembangunan Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Ternate hingga saat ini belum terwujud karena adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada refocusing anggaran. “Grand Design Mal Pelayanan Publik Kota Ternate sudah ada sejak 2019 dan sudah ada Peraturan Walikota Ternate Nomor 6 tahun 2020 tentang Mal Pelayanan Publik. Pada tahun 2023, pembangunan MPP juga belum terakomodir dalam dokumen perencanaan”, jelasnya.

Menjelang siang hari, kegiatan uji petik dilanjutkan dengan mengunjungi penerima manfaat atau pelapor yang pernah dibantu oleh Ombudsman RI. Diskusi evaluasi kinerja Ombudsman RI di daerah terkait dengan permasalahan zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dalam diskusi tersebut, disampaikan bahwa Tim Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara menanggapi laporan dari Bapak Muhammad Sarjan atas nama pelapor yang terdaftar dalam kategori Reaksi Cepat Ombudsman (RCO). “Adanya permasalahan zonasi PPDB pada kasus putri saya ini, saya langsung membuat laporan pengaduan ke Ombudsman dengan membawa bukti pendaftaran PPDB dan tidak sampai satu minggu laporan telah selesai diproses”, ujar Bapak Sarjan. Dalam praktiknya, beliau juga menjelaskan bahwa penyelesaian laporan pengaduan di Ombudsman tidak dipungut biaya.

Wawancara bersama Bapak Sarjan, penerima manfaat RCO Ombudsman di Maluku Utara (dok.Dit.PEPPD)

Pada hari yang sama, kunjungan uji petik dilanjutkan ke Kantor Perwakilan Ombudsman RI Maluku Utara dengan agenda diskusi bersama segenap jajaran Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara dan Tim Pusat. Dalam kesempatan ini, beberapa poin yang dibahas dalam diskusi adalah mengenai: 1) Kondisi Profil Kantor Perwakilan ORI Maluku Utara (kewenangan, tugas, sarpras/fasilitas, SDM); 2) Bentuk kerjasama dengan stakeholders lain yang dilakukan; 3) Informasi kegiatan focal point Ombudsman di Provinsi Maluku Utara; 4) Target kerja, hasil capaian, dan kisah sukses (success story) Kantor Perwakilan; 5) Isu dan permasalahan Kantor Perwakilan Provinsi Maluku Utara; serta 6) Masukan dari kantor perwakilan untuk perbaikan kebijakan perencanaan Ombudsman RI di masa depan.

Tim Pusat dan Ombudsman Perwakilan Maluku Utara di Ruang Rapat Perwakilan Ombudsman RI Maluku Utara (dok.Dit.PEPPD)

Dalam diskusi tersebut juga turut hadir Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara, Bapak Sofyan Ali. “Luas wilayah Maluku Utara dari sisi geografis yang merupakan wilayah kepulauan sehingga menjadi tantangan tersendiri dan tidak hanya dibutuhkan transportasi darat saja, tetapi juga transportasi laut yang biayanya tidak murah. Dari 10 kabupaten/kota, di tahun 2021 tidak semua kabupaten/kota dapat diakses karena keterbatasan anggaran”, jelasnya. Beliau juga menyampaikan bahwa persoalan mendasar terutama di daerah kepulauan adalah luasnya cakupan dan keterbatasan anggaran. Akibatnya, untuk turun lapangan harus menunggu setidaknya 2-3 laporan yang masuk, baru dapat ditangani oleh Ombudsman dengan tujuan untuk efisiensi anggaran dan SDM. Oleh karena itu, disarankan agar ke depan proses perencanaan dan penganggaran untuk kantor perwakilan dapat dibedakan antara wilayah kepulauan dan daratan. (*PEPPD2022)


Artikel Terkait