28 June 2022 PEPPD
Kota Tarakan – Sebagai provinsi baru yang ke 34 di Indonesia, Kalimantan Utara telah menunjukkan capaian yang baik dari hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman RI. Selain itu, berdasarkan hasil analisis big data dengan menggunakan Intelligence Media Analytics (IMA) berbasis data pemberitaan pada media daring, cetak, televisi, twitter, dan facebook, menunjukkan bahwa jumlah pengaduan terkait pelayanan publik ke Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara merupakan yang paling sedikit. Salah satu hal yang ingin didalami melalui kunjungan ini yaitu apakah pengaduan pelayanan yang sedikit berbanding lurus dengan pelaksanaan kebijakan pengawasan dan evaluasi kinerja pelayanan publik secara umum.
Berbasis pertanyaan itulah Kementerian PPN/Bappenas c.q. Direktorat Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah (PEPPD) bekerja sama dengan Direktorat Aparatur Negara dan Transformasi Birokrasi serta Ombudsman RI melakukan kegiatan uji petik output Prioritas Nasional pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Kalimantan Utara pada 27 Juni 2022 yang lalu. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat perkembangan pelaksanaan kebijakan pengawasan dan evaluasi kinerja pelayanan publik secara umum di wilayah Kota Tarakan serta aksesibilitasnya bagi masyarakat. Uji petik tersebut juga dilakukan untuk memantau realisasi perencanaan output prioritas nasional di daerah pada tahun 2022.
Sebagai informasi, pada tahun 2021 Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara telah melaksanakan penilaian kepatuhan kepada 6 (enam) pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Utara dengan hasil penilaian zona hijau terdapat pada 3 (tiga) pemerintah daerah yaitu Kabupaten Nunukan dengan skor 83,81; Kabupaten Tana Tidung dengan skor 83,56; dan Provinsi Kalimantan Utara dengan skor 81,47. Sementara itu, Kabupaten Malinau, Kota Tarakan, dan Kabupaten Bulungan berada pada zona kuning dengan skor masing-masing sebesar 78,25; 67,05; dan 66,12. Kemudian, tidak ada satupun pemda di wilayah Kalimantan Utara yang masuk zona merah kepatuhan terhadap standar pelayanan publik versi Ombudsman RI.
Kegiatan uji petik diawali dengan kunjungan ke Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Tarakan yang merupakan salah satu perangkat daerah (PD) yang dinilai dalam pelaksanaan penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik oleh Ombudsman RI. Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan MPP bagi kabupaten dan kota merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 89 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik yang diturunkan dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 92 tahun 2021 tentang petunjuk teknis penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Dalam kunjungan tersebut, Tim Bappenas dan Tim Ombudsman diterima secara langsung oleh Kepala Dinas PMPTSP Kota Tarakan yang merupakan ex-officio Penyelenggara MPP Kota Tarakan.
Dalam diskusi dengan tim Kementerian PPN/Bappenas dan Ombudsman RI, Bapak Hery Purwono selaku Kepala DPMPTSP Kota Tarakan menyampaikan informasi bahwa penandatanganan komitmen pendirian MPP Kota Tarakan telah dilakukan sejak Maret 2020 dan telah dilakukan soft opening pada tanggal 15 Desember 2020. Sejauh ini ada 22 instansi/lembaga yang telah bergabung di MPP Kota Tarakan dengan 56 orang SDM penyelenggara layanan dan terdapat 220 jenis layanan. Pengembangan MPP Kota Tarakan terus dilakukan dalam upaya meningkatkan pelayanan publik di Kota Tarakan. “MPP Kota Tarakan akan dilakukan pengembangan lantai 3 dan 4 untuk dijadikan UMKM center. Namun pendanaan di tahun 2021 baru sebatas untuk rehabilitasi gedung saja, sementara tahun 2022 belum dianggarkan kembali” ujarnya. Hal yang mungkin menjadi perhatian adalah komitmen kepala daerah menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan MPP di suatu daerah. “Komitmen Wali Kota Tarakan sudah sangat kuat terhadap MPP ini, namun kapasitas anggaran yang tersedia belum memadai” pungkasnya.
Turut dalam kunjungan uji petik ini adalah Plt. Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Utara, Bapak Hadi Rahman. Beliau mengungkapkan bahwa MPP merupakan bentuk kolaborasi antar instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. “MPP sebagai wujud joint-up government dan wujud kehadiran negara di tengah masyarakat dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu, diperlukan standar/komitmen serta konsistensi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat”, ujarnya.
Sementara itu, Bapak Andi Setyo Pambudi selaku Koordinator Bidang PEPPD Wilayah III Bappenas yang juga sebagai ketua tim rombongan uji petik menyampaikan bahwa peran Ombudsman RI sangat diharapkan dalam upaya penguatan kolaborasi pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah. Selain itu, hasil penilaian kepatuhan yang dilakukan oleh Ombudsman RI agar dapat dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan dalam memberikan pelayanan publik ke depannya. “Hasil penilaian kepatuhan pelayanan publik seharusnya disampaikan oleh Ombudsman RI ke setiap pemerintah daerah dan PD yang dilakukan survei. Hal ini bertujuan sebagai bahan perbaikan pelayanan publik sehingga hasil penilaian kepatuhan yang dilakukan Ombudsman RI bisa membawa benefit yang lebih nyata”, ujarnya.
Setelah mengunjungi MPP Kota Tarakan, tim kemudian melakukan kunjungan ke penerima manfaat yang pernah dibantu dalam menyelesaikan aduannya ke Ombudsman RI Kalimantan Utara. Kunjungan ke penerima manfaat bertujuan untuk mengetahui secara langsung dampak kehadiran Ombudsman RI dari sisi masyarakat. Tim Bappenas dan Ombudsman melakukan kunjungan ke rumah salah satu pelapor bernama Ibu Neneng Lasmini yang tinggal di Kelurahan Juata Kerikil, Kecamatan Tarakan Utara. Ibu Neneng melaporkan PT. Taspen Cabang Tarakan dengan dugaan maladministrasi penundaan berlarut terkait pencairan tunjangan janda veteran Ibu Pelapor. Pada awal 2021, Ibu Siti Istiyah yang merupakan Ibunda dari Pelapor (Ibu Neneng Lasmini) menerima Surat Keputusan Menteri Direktur Jenderal Potensi Pertahanan tentang Pemberian Dana Kehormatan, Tunjangan Veteran dan Tunjungan Janda/Duda/Yatim Piatu Veteran Pejuang/Pembela Kemerdekaan Republik Indonesia tertanggal 29 September 2020. Hal ini ditindaklanjuti oleh Pelapor dengan menyerahkan dokumen-dokumen untuk mengajukan Tunjangan Janda Veteran Pejuang/Pembela Kemerdekaan Republik Indonesia, namun tunjangan tersebut tidak kunjung cair. Pelapor kemudian membuat laporan ke Ombudsman RI Kalimantan Utara tanggal 2 September 2021 dan laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti. Tim Pemeriksa Ombudsman RI Kalimantan Utara melakukan permintaan klarifikasi melalui telepon pada 29 September 2021, yang menjelaskan bahwa permasalahan terjadi karena pembayaran yang masuk pada mitra bayar merupakan tunjangan veteran, bukan tunjangan janda/duda veteran, sehingga perlu dilakukan penyetoran kembali dari Mitra Bayar ke Terlapor. Pada 15 Oktober 2021, Pelapor menyampaikan bahwa permasalahan telah selesai dan pembayaran pensiun Ibu Pelapor telah diterima sebesar kurang lebih 19 juta rupiah yang merupakan dana tertunggak pada bulan-bulan sebelumnya. Tunjangan bulanan selanjutnya diterima oleh Ibu Pelapor setiap bulannya sebesar 1,5 juta rupiah. Ombudsman RI Kalimantan Utara kemudian menutup laporan pada tanggal 28 Desember 2021.
Kunjungan tim Bappenas dan Ombudsman RI selanjutnya yaitu menemui Pelapor atas nama Bapak Endro Yunianto yang merupakan petugas keamanan di Kantor PLN Kota Tarakan. Bapak Endro melaporkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tarakan ke Ombudsman RI Kalimantan Utara dengan dugaan maladministrasi berupa penundaan berlarut dalam tindak lanjut permohonan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) oleh Pengadilan Negeri Tarakan.
Tahun 2015, Bapak Endro Yunianto seorang ahli waris dari almarhum Bapak Legiwarno atas tanah warisan yang terletak di Juata Kerikil Kecamatan Tarakan Utara, yang digunakan oleh Pemerintah Kota Tarakan untuk pembangunan embung belum memperoleh ganti rugi, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi Pelapor kemudian diterima dengan terbitnya putusan MA, yang salah satu isi putusannya adalah menghukum Pemerintah Kota Tarakan untuk membayar ganti rugi kepada Pelapor. Sejak menerima putusan tersebut, Pelapor sering kali menanyakan secara langsung kepada Pengadilan Negeri Tarakan terkait eksekusi hasil putusan MA tersebut, namun hingga tahun 2020 tidak ada kejelasan.
Mendapati kasus pelaporan aduan dari Bapak Endro ini, Tim Pemeriksa Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara kemudian melakukan permintaan klarifikasi tertulis pada 8 Juni 2020 serta melakukan permintaan klarifikasi dan koordinasi terkait tindak lanjut penyelesaian laporan pada 21 Juli 2020. Terlapor yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Tarakan berjanji akan segera menindaklanjuti permohonan eksekusi Pelapor sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Tim Pemeriksa Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara kemudian mendapatkan informasi bahwa pada tanggal 2 September 2020, Pelapor telah menerima relas pemberitahuan penetapan eksekusi perkara perdata Pengadilan Negeri Tarakan. Beberapa hari setelah menerima relas tersebut, Pemerintah Kota Tarakan harus membayar ganti rugi lahan Pelapor dengan APBD tahun anggaran berjalan atau berikutnya. Ombudsman RI Kalimantan Utara kemudian menutup laporan Pelapor tanggal 5 Januari 2021. Berdasarkan informasi dari Pelapor, ganti rugi lahan terealisasi pada April 2022.
Dari kisah-kisah ini dapat kita amati bahwa masyarakat menaruh harapan yang cukup besar kepada Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik untuk mendampingi mereka dalam konteks maladministrasi, baik terkait penyelesaian masalah maupun pencegahannya. Peran Ombudsman RI diharapkan lebih optimal dan berdampak positif pada perbaikan pelayanan publik yang memang menjadi hak masyarakat bagi negara yang menganut konsep welfare state. (*PEPPD2022)