2 December 2022 PEPPD

Bappenas Gelar Diskusi Kelembagaan dan Isu-Isu Pengawasan Pelayanan Publik dalam Bingkai Lokalitas Daerah bersama Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta

Share on Facebook Share on Twitter

Bappenas Gelar Diskusi Kelembagaan dan Isu-Isu Pengawasan Pelayanan Publik dalam Bingkai Lokalitas Daerah bersama Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta

Magelang - Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga yang bersifat independen (mandiri), tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lain, serta bebas dari campur tangan kekuasaan lain dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Dalam hal ini, hubungan organik dimaknai sebagai hubungan yang bersifat struktural atau hierarkis dengan lembaga negara atau lembaga lain. Inisiatif penggiat good governance dan pemerintah daerah membentuk Ombudsman daerah, salah satunya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada hari Rabu (30/11/2022), Direktorat Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Daerah (PEPPD), Kementerian PPN/Bappenas menggelar pertemuan dengan Perwakilan Ombudsman RI DI Yogyakarta bertajuk “Diskusi Terfokus Tentang Perkembangan Pengawasan Pelayanan Publik dengan Lokalitas Daerah” di Hotel Manohara, Magelang, Jawa Tengah. Pertemuan tersebut dihadiri langsung oleh Bapak Budhi Masturi selaku Kepala Kantor Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pengawasan pelayanan publik dengan lokalitas daerah di Provinsi DI Yogyakarta.

Pembukaan oleh Ibu Agustin Arry Yanna dalam Diskusi Terfokus tentang Perkembangan Pengawasan Pelayanan Publik dengan Lokalitas Daerah (dok.Dit.PEPPD, 2022)

Ombudsman RI memiliki banyak kantor perwakilan di daerah sehingga dapat banyak sharing tentang perkembangan di daerah. Saat ini pun secara teknologi akses pelayanan publik sudah sangat mendukung”, ungkap Ibu Agustin Arry Yanna selaku Direktur PEPPD pada pembukaan diskusi. Acara ini dipandu oleh Koordinator Bidang PEPPD Wilayah III Kementerian PPN/Bappenas Bapak Andi Setyo Pambudi.

Sebelum Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 69 Tahun 2014 disahkan, Yogyakarta memiliki 2 Ombudsman, yaitu Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) Yogyakarta dan Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) Yogyakarta. Pada prinsipnya ada kesamaan antara LOD dan LOS di Yogyakarta, yaitu sama-sama didanai dari APBD DI Yogyakarta, serta sama-sama bersifat sebagai lembaga nonlitigasi dan non-adjudikasi. Meskipun demikian, LOS DIY dan LOD DIY memiliki sejumlah perbedaan operasional. Untuk diketahui, LOS DIY lebih banyak menuntut tugas-tugas mediasi antar para pihak terkait karena yang disengketakan biasanya adalah sengketa perdata seperti perjanjian jual-beli, utang-piutang, kerusakan lingkungan, isu ketenagakerjaan, persaingan usaha, perjanjian kerja sama, kredit perbankan, wanprestasi, dan sebagainya. Mengingat bersifat privat ini lah maka mediasi menjadi lebih dominan untuk dijalankan oleh LOS. Di sisi lain, LOD DIY lebih banyak mendorong dipatuhinya tata pemerintahan yang baik dan benar seperti standar pelayanan minimal, standard operating procedure, dan peraturan daerah. Mengingat bersifat publik, maka kepatuhan pada prinsip-prinsip tatanan pemerintahan yang baik adalah wajib, meski kadang bisa pula diberikan toleransi.

Pada perkembangannya, Gubernur DIY memperbarui peraturan tentang Ombudsman di DIY dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 69 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ombudsman DIY (LO DIY). Dalam peraturan tersebut berbeda jauh dengan Pergub-Pergub yang terdahulu karena ada penambahan kewenangan Ombudsman Daerah DIY yang digabung dengan Lembaga Ombudsman Swasta dimana bidang etika bisnis menjadi ranah Ombudsman Daerah (LOD DIY). Penggabungan tersebut dilakukan dengan alasan efektivitas dan efisiensi yang berarti LO DIY ini menjalankan dua fungsi sekaligus yaitu pengawasan pelayanan publik oleh sektor swasta dan pelayanan publik oleh pemerintahan di daerah.

Adanya Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menjadi awal hilangnya eksistensi Ombudsman Daerah yang telah terbentuk. Pelarangan penggunaan nama ‘Ombudsman’ bagi lembaga lain selain Ombudsman Republik Indonesia tidak hanya sekedar persoalan harus diganti menjadi nama lain selain Ombudsman, namun menjadi titik awal dari tidak diakuinya Ombudsman Daerah sebagai lembaga yang memiliki arti filosofis yang sama baik dari segi fungsi dan kewenangannya dengan Ombudsman Nasional dalam hal ini Ombudsman Republik Indonesia maupun Ombudsman di negara lain.

Pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-VIII/2010, Ombudsman di Daerah bisa terdiri dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan di daerah dan Ombudsman Daerah bentukan Pemerintah Daerah atau Legislatif Daerah. Begitu pun di DI Yogyakarta yang memiliki lembaga Ombudsman swasta dan daerah. Di Yogyakarta, masyarakat dapat memilih mempercayakan penanganan kasusnya ke Ombudsman RI atau Ombudsman bentukan Daerah. Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) dan Ombudsman RI perwakilan di daerah melaksanakan tugas secara simultan sebagai upaya mempercepat perbaikan pelayanan publik di daerah.

Saat ini dapat dikatakan Ombudsman RI Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah yang paling berperan terkait urusan pengawasan eksternal pelayanan publik di wilayah ini. Selama periode 2018-2022, Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta telah menerima laporan masyakarat sebanyak 727 laporan. Substansi laporan dan dugaan maladministrasi selama periode tersebut paling banyak terdapat pada instansi pendidikan sejumlah 165 laporan dengan dugaan maladministrasi paling banyak terkait penyimpangan prosedur, kepolisian sejumlah 70 laporan dengan dugaan maladministrasi paling banyak terkait penundaan berlarut, dan kepegawaian sejumlah 61 laporan dengan dugaan maladministrasi paling banyak terkait penyimpangan prosedur. Sampai dengan November 2022, banyaknya laporan masyarakat yang masuk di Ombudsman RI DI Yogyakarta terhitung sebanyak 167 laporan, terdiri dari 8 laporan merupakan jenis laporan investigasi atas prakarsa sendiri, 151 adalah laporan masyarakat, dan 8 laporan merupakan respon cepat.

Terkadang laporan yang masuk sedikit di instansi tidak berarti menggambarkan bahwa pelayanan tersebut sudah baik, bisa jadi dikarenakan tingkat partisipasi masyarakat yang kurang. Begitu pun sebaliknya, banyaknya laporan bukan berarti karena pelayanannya yang kurang, bisa jadi terdapat masalah trust”, ujar Bapak Budhi Masturi seraya menjawab pertanyaan diskusi.

Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta Bapak Budhi Masturi bersama Direktur PEPPD Kementerian PPN/Bappenas Ibu Agustin Arry Yanna (dok.Dit.PEPPD, 2022)

Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta memiliki cara yang unik dalam melakukan kampanye dan sosialisasi Ombudsman RI. Lomba “Seberapa Greget” pernah viral pada masanya dan dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Perwakilan Ombudsman RI DI Yogyakarta sebagai salah satu upaya sosialisasinya. Dengan melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah, mereka mampu memberikan pemahaman dan sosialisasi yang menyenangkan kepada para pelajar di DI Yogyakarta. Ombudsman RI DI Yogyakarta juga melibatkan beberapa komunitas dalam aksinya, diantaranya adalah Komunitas Perempuan Peduli Pelayanan Publik (KP4), Komunitas Jendela Publik (KJP), dan Komunitas Pelajar Sahabat Ombudsman RI (SAORI).

Suasana Diskusi Terfokus Tentang Perkembangan Pengawasan Pelayanan Publik dengan Lokalitas Daerah secara hybrid di Hotel Manohara, Magelang, Jawa Tengah, 30 November 2022 (dok.Dit.PEPPD, 2022)

Ombudsman RI perlu melakukan penguatan berbagai aspek dalam rangka menjawab tantangan ke depan yang semakin berat karena standar penilaian etika pelayanan terus berubah sesuai perkembangan paradigmanya. Tantangan dalam pengawasan pelayanan publik diantaranya yaitu adanya disrupsi teknologi informasi, pragmatisme dan apatisme, konservatisme, serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). “Dengan banyaknya inovasi yang dibuat Ombudsman RI DI Yogyakarta dalam giat melakukan sosialisasi maupun fasilitasi keluhan terkait pelayanan publik, harapannya negara bisa memberikan tanggapan cepat dikarenakan Ombudsman RI dan melalui Ombudsman RI. Low Budget High Impact.” ungkap Bapak Budhi Masturi sebagai penutup dan harapan yang diinginkan oleh Ombudsman RI. Pada akhirnya, keberadaan dan peran Ombudsman RI dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik perlu didukung oleh masyarakat sebagai penerima pelayanan publik. (*PEPPD2022)


Artikel Terkait