5 February 2024 PEPPD

Berbagi Pandangan dalam Kegiatan Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik Bagi Kelompok Marjinal di Daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal)

Share on Facebook Share on Twitter

Berbagi Pandangan dalam Kegiatan Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik Bagi Kelompok Marjinal di Daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal)

Jakarta – Maladministrasi juga terjadi pada Daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal). Daerah ini adalah wilayah yang digolongkan sebagai daerah yang dinilai masih memerlukan bantuan pendampingan berbagai pihak, termasuk dari Ombudsman RI untuk Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik. Hal ini tertuang dalam Renja Ombudsman RI tahun 2023 dan 2024 yang mendapatkan perhatian khusus Direktorat Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Daerah (PEPPD) Kementerian PPN/Bappenas. Pada daerah 3T, terdapat beberapa isu aksesibilitas terkait minimnya pengetahuan warga tentang standar pelayanan publik dan minimnya wawasan hak-hak publik. Oleh karena itu, pendampingan Daerah 3T perlu dilaksanakan terhadap substansi yang bisa diintervensi oleh Ombudsman RI sesuai tugas dan kewenangannya. Dalam konteks perencanaan pembangunan, dipandang perlu untuk segera melakukan: 1) Perumusan tahapan kinerja dan kriteria lokus yang objektif dan terukur sejak aspek perencanaan dalam Pengawasan di Daerah 3T yang akan dilakukan Ombudsman RI; dan 2) Perumusan indikator keberhasilan yang objektif dan terukur sejak aspek perencanaan dalam Pengawasan di Daerah 3T yang akan dilakukan Ombudsman RI.

Kunjungan Tim Direktorat PEPPD Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka Diskusi Konsep Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik Daerah 3T di Kantor Ombudsman RI (Sumber: Dokumentasi dit.PEPPD Kementerian PPN/Bappenas, 2023)

Berbasis hasil dari forum perencanaan yang melibatkan Kementerian PPN/Bappenas, Ombudsman RI telah sepakat untuk melakukan pengawasan eksternal pelayanan publik dengan memilih Kabupaten Alor sebagai lokasi pilot project. Kegiatan ini dimulai sejak tahun 2023, dan dilanjutkan tahun 2024. Sebagaimana diketahui, terdapat 6 (enam) urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan, ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan rakyat, serta sosial. Hal-hal inilah yang menjadi titik temu Direktorat PEPPD, Kementerian PPN/Bappenas dengan Keasistenan Utama Manajemen Pencegahan Maladministrasi (KUMPM) Ombudsman RI untuk bersama-sama merumuskan konsep dan perencanaan pengawasan pada Daerah 3T. Pada tahun 2023, Ombudsman RI telah dilakukan pengambilan data di Kabupaten Alor terkait penilaian persepsi maladministrasi pada enam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Dalam rangka kolaborasi dan penajaman kegiatan pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Bagi Kelompok Marjinal dan Bagi Masyarakat di Daerah 3T, Direktorat PEPPD, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan KUMPM Ombudsman RI sepakat melakukan pembahasan khusus di kantor Ombudsman RI pada Jumat (15/12/2023)

Kegiatan ini membahas hasil monitoring dan evaluasi Kegiatan Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Bagi Kelompok Marjinal dan Bagi Masyarakat di Daerah 3T yang dilakukan oleh Ombudsman RI pada tahun 2023 dan rencana pembaharuan indikator keberhasilan di tahun 2024. Menariknya diskusi ini dipimpin langsung oleh Ketua Ombudsman RI Bapak Mokhammad Najih, S.H., M.Hum, PhD. “Kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik di daerah 3T diharapkan menjadi suatu pengarusutamaan (sebagai salah satu program yang harus diutamakan), mengingat kelompok marginal dan daerah 3T perlu diberikan afirmasi khusus sebagai akselerasi untuk dilakukan pembinaan dan pengembangan, termasuk monitoring agar jangkauan pembangunan di semua aspek bisa terakomodir”, ucapnya saat memberikan pembukaan diskusi pada Jumat (15/12/2023).

Ketua Tim Koordinasi Pembangunan Direktorat PEPPD, Kementerian PPN/Bappenas, Bapak Andi Setyo Pambudi mengharapkan hasil pengawasan eksternal pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman RI di daerah 3T dapat menjadi pioneer perubahan sekaligus menjadi media saling tular menular antar daerah berbasis contoh pengawasan eksternal pelayanan publik yang dilakukan secara khusus. “Ombudsman RI perlu merumuskan bentuk intervensi ORI (sebagai indikator untuk mengukur kinerja “dampak” Ombudsman dalam pengawasan daerah 3T) serta ada harapan besar daerah yang didampingi ORI akan menjadi contoh bentuk nyata “magistrature of influence” ORI yang dampaknya bisa dilihat dalam skala SPM di daerah, dan bahkan memotivasi daerah lain untuk memperbaiki pelayanan publiknya” ujarnya.

Suasana Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Ombudsman RI terkait Konsep Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik Daerah 3T di Kantor Ombudsman RI (Sumber: Dokumentasi dit.PEPPD Kementerian PPN/Bappenas, 2023)

Tidak berhenti disitu, pada awal tahun 2024, diskusi lanjutan dilakukan dalam bentuk kunjungan Tim KUMPM Ombudsman RI ke Kantor Kementerian PPN/Bappenas. Diskusi lanjutan ini dilakukan pada hari Selasa (30/01/2024) yang diadakan di Ruang Co-Working Space Kementerian PPN/Bappenas. Dalam kesempatan ini, Kepala Keasistenan Utama Manajemen Pencegahan Maladministrasi (KUMPM), Bapak Heru Kriswahyu, menyampaikan bahwa sepakat untuk melakukan perubahan indikator keberhasilan pengawasan eksternal pelayanan publik daerah 3T mulai tahun 2024 dengan penekanan ukuran pada tercapainya perbaikan pada 6 (enam) bidang pelayanan dasar. Penyesuaian ini untuk memetakan bagian mana yang bersinggungan dengan tugas dan fungsi Ombudsman RI sebagai pengawas eksternal pelayanan publik. “Metode pengukuran data perlu penajaman kembali, kurangnya minat dari penyelenggara pelayanan publik untuk menindaklanjuti hasil pengawasan masih menjadi kendala” ujarnya.

Kunjungan Tim KUMPM Ombudsman RI dalam rangka Diskusi Lanjutan Konsep Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik Daerah 3T di Kantor Kementerian PPN/Bappenas (Sumber: Dokumentasi Dit.PEPPD Kementerian PPN/Bappenas, 2024)
Direktorat PEPPD Kementerian PPN/Bappenas yang diwakili Bapak Andi Setyo Pambudi merespon hal ini dengan menyatakan bahwa diharapkan dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman RI pada Daerah 3T menjadikan pemerintah daerah 3T berperan aktif melakukan transformasi pemerintahan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik melalui perubahan mindset, mengubah budaya kerja, dan membangun institusi yang responsif. “Dalam pengawasan di daerah 3T perlu melihat kembali pada persiapan dan waktu, karena di tahun 2024 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN dan RPJPN. Dalam pengawasan di daerah 3T, persiapan yang dilakukan harus lebih lengkap, mencakup 1) Mengkaji peraturan-peraturan terkait daerah tertinggal; 2) Melibatkan direktorat sektor Kementerian Desa PDTT (Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) sebagai penanggap agar didapatkan masukan dalam lingkup pembangunan yang lebih luas; serta 3) Memperkaya perspektif pembangunan daerah tertinggal dari segala sektor dalam bingkai pelayanan publik, termasuk melibatkan akademisi, BPS Kabupaten Alor, dan K/L pengampu terkait” ujarnya.

Suasana Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Tim Koordinasi Pembangunan Direktorat PEPPD terkait Penajaman Indikator Pengawasan Eksternal Pelayanan Publik Daerah 3T di Kantor Kementerian PPN/Bappenas (Sumber: Dokumentasi Dit.PEPPD Kementerian PPN/Bappenas, 2024)

Selain itu, diketahui bahwa data dugaan maladministrasi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia yang dirilis Ombudsman RI dari Aplikasi Simpel 4.0 pada tanggal 31 Desember 2023 menunjukkan bahwa sebanyak 40 persen maladministrasi terjadi berupa “tidak memberikan pelayanan”; 28,4 persen berupa “penundaan berlarut”; 19,12 persen berupa “penyimpangan prosedur; 4,49 persen berupa “tindakan tidak patut”; 3,05 persen berupa “tidak kompeten”; 2,2 persen berupa “penyalahgunaan wewenang”; 2,09 persen berupa “permintaan imbalan uang, barang, dan jasa; 0,29 persen berupa “diskriminasi”; 0,29 persen berupa “tindakan berpihak”; dan sebanyak 0,06 persen berupa “konflik kepentingan”. Hal ini menjadi tantangan sekaligus “warning” bagi Ombudsman RI dan jajaran Pemda di Kabupaten Alor, bahwa upaya peningkatan kualitas pelayanan publik agar segera dimulai dari pencegahan maladministrasi yang lebih tepat sasaran dan berdaya ungkit maksimal (*PEPPD2024).


Artikel Terkait